Siapa yang tidak ingin memiliki kulit sehat dan cantik seperti bintang Hollywood Jennifer Anniston, Nicole Kidman, Gwyneth Paltrow, atau Salma Hayek?
Selain memang terlahir dengan anugerah wajah menawan, para selebritas ini juga pandai merawat diri. Sebutlah Nicole Kidman yang tak akan mau memanggang kulitnya di bawah sinar matahari tanpa polesan tabir surya.

Atau Gwyneth Paltrow yang mengungkap rahasia kecantikannya terletak pada konsumsi minyak biji rami (flaxseed oil). Minyak ini, katanya, mengandung asam lemak esensial yang dibutuhkan kulit.
Sedangkan Salma Hayek mengaku menjauhi Botox. Dia memilih memerhatikan konsumsi makanan serta olah raga. Baginya, konsumsi makanan sangat penting. “Saya makan apa saja yang dibutuhkan, sayuran, lemak, karbohidrat, dan rajin berolahraga. Apa yang terjadi bila Anda berolahraga keras tapi tidak cukup makan?” katanya.
Lain lagi dengan Jennifer Aniston. Seperti dikutip Starpulse, Jennifer pernah tergiur menempuh Botox begitu usianya bertambah dan melihat ada perubahan di kulitnya.

“Saya menempuh satu kali Botox, tapi itu cukup sekali saja. Saya merasa tidak nyaman, berat sekali rasanya,” kata Jennifer yang mengaku ikut-ikutan Botox karena banyak bintang Hollywood melakukannya.

Dari empat selebritas ini saja, jawabannya sangat beragam. Belum lagi selebritas lainnya, karena masing-masing tentu punya rahasia kecantikan. Entah itu melakukan perawatan secara rutin atau melakukan berbagai upaya lain agar tetap awet muda, seperti Botox hingga face lift.

Lalu apa sebenarnya kunci penting tampil sehat dan cantik?

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Estetika Indonesia (Perdesti), dr Teguh Tanuwidjaja, M.BIomed (AAM) menjelaskan, agar seseorang nampak sempurna performanya, maka perlu dilakukan perawatan dan koreksi, baik internal maupun eksternal. “Sehingga akan terjadi konsep feel great-look good atau ‘sehat dan estetis’,” ujarnya.

Koreksi internal, kata Teguh, bisa dilakukan mulai dari yang sederhana saja. Misalnya memperbaiki pola hidup, pola makan, dan pola tidur, sampai dengan yang memerlukan intervensi obat-obatan termasuk hormonal.

“Sedangkan koreksi eksternal dilakukan sesuai dengan standar prosedur terbaik untuk jenis problema masing-masing pasien,” tambahnya.

Sementara yang termasuk dalam koreksi eksternal adalah perawatan kulit dan koreksi kulit agar penampilan lebih estetis. “Kulit adalah organ tubuh manusia yang paling luar. Ibarat baju, kulit juga perlu pembersihan dan peremajaan.

“Kebanyakan problema estetika yang terjadi pada para pasien adalah kekusaman kulit dan penuaan dini,” jelas dokter dari latar belakang disiplin ilmu Anti Aging Medicine ini.

Untuk mengantisipasi kekusaman pada kulit dan penuaan dini, saran Teguh, lakukan perawatan rutin mulai dari pembersihan kulit secara rutin hingga menempuh prosedur rejuvenation (peremajaan) yang sering dilakukan di klinik-klinik kecantikan.

Selain membersihkan kulit setiap hari, sebaiknya kita memilih produk-produk yang tepat untuk kulit. “Sebaiknya gunakan produk yang tidak mengandung bahan-bahan terlalu irritan dan terlalu alkalis,” jelasnya.

Tidak cukup dengan pembersihan kulit secara rutin, karena kita perlu menempuh rejuvenation. “Untuk upaya rejuvenation ini, seringkali dilakukan dengan chemical atau mechanical peeling (pengelupasan secara mekanis) mulai dari yang superfisial—biasanya dilakukan dokter-dokter layanan primer sampai yang sangat dalam biasanya dilakukan dokter-dokter layanan sekunder,” urainya.

Nah, prosedur rejuvenation ini tentu harus ditindaklanjuti di rumah. Artinya, kita harus melakukan perawatan sehari-hari dan sebaiknya dilakukan pada malam hari.

“Penggunaan krim-krim koreksi, seharusnya digunakan dengan pengawasan dokter. Hal itu untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan,” jelas Teguh.

Ia menyebutkan, beberapa krim yang mengandung senyawa-senyawa Kojic Acid, Arbutin, Tretinoin, sering digunakan untuk prosedur ini dengan cara yang benar.

Teguh mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati menggunakan produk kecantikan ilegal yang beredar di pasaran. “Misalnya produk-produk yang mengandung senyawa merkuri yang sangat berbahaya,” jelasnya.

Kandungan merkuri dalam kosmetik tidak hanya memberikan efek berbahaya secara tropikal, tapi juga menganggu organ tubuh lain. Misalnya, fungsi ginjal serta dapat mengakibatkan cacat permanen. (Marmi Panti Hidayah)

Disadur dari yahoo.com

TEMPO.CO , New Delhi - Kerajaan Himalaya, Bhutan memastikan akan menjadi negara pertama di dunia yang mengubah semua produk pertaniannya 100 persen organik.

Negara berpenduduk mayoritas Buddha ini menerapkan misi tersebut sebagai pendekatan yang baik untuk pembangunan ekonomi. Selain itu, juga sebagai langkah perlindungan terhadap lingkungan dan berfokus pada kesejahteraan mental.

"Bhutan memutuskan untuk beralih pada ekonomi hijau. Penggunaan bahan kimia yang begitu banyak, tidak sesuai dengan keyakinan kami dalam Buddhisme yang selalu menyerukan hidup harmonis dengan alam," ujar Pema Gyamtsho, Menteri Pertanian Bhutan seperti dikutip AFP, Jumat 5 Oktober 2012.

Bhutan memiliki populasi lebih dari 700 ribu orang yang tinggal di desa-desa kecil yang letaknya terputus-putus. Dua pertiga penduduknya bergantung pada pertanian. Mereka mayoritas menggunakan pupuk kompos atau daun sebagai pupuk alami. "Hanya petani di daerah yang dapat diakses oleh jalur transportasi saja yang mudah mendapatkan bahan kimia," ujarnya.

Pesaing Bhutan dalam langkah 100 persen organik ini adalah pulau kecil Niue di Pasifik Selatan yang berpopulasi 1300. Menurut angka dari Institut Penelitian Pertanian Organik dan Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik, pasar organik global diperkirakan bernilai 57 miliar dolar pada tahun 2010.

Bhutan mengirimkan jamur langka ke Jepang, sayuran kelas atas ke Thailand dan apel ke India dan juga beras merah ke Amerika Serikat. Dengan menghindari pupuk dan bahan kimia lainnya, negara dapat mengurangi tagihan impor.

Disadur dari yahoo.com
Disadur Dari yahoo.com
Survei yang dilakukan surat kabar La Repubblica menyebutkan bahwa dunia transportasi di Italia menunjukkan pergeseran trend yang cukup mengejutkan. Penjualan sepeda mencapai angka 1.750.000 unit, mengungguli kendaraan bermotor yang hanya bertengger di 1.748.000 unit saja.

Hasil survei itu sangat menarik perhatian beberapa kalangan, mengingat Italia memiliki segudang produsen otomotif kelas dunia, seperti Fiat, Ferrari, Lamborghini, Ducati, Piaggio, dll. Diduga kuat bahwa hal itu dipengaruhi oleh krisis ekonomi Eropa yang tak kunjung membaik dan berdampak pada harga bahan bakar.

Gaya hidup mengendarai kendaraan bermotor pun berangsur menghilang, berganti dengan mengayuh sepeda. Perubahan ini sangat drastis dan tampak bertolak belakang dengan predikat Italia yang konsumtif terhadap mobil, dengan tingkat kepemilikan sekitar 60 mobil untuk setiap 100 orang.

Harga bensin telah menyentuh angka 2 Euro (Rp. 25 ribu) per liter, yang merupakan angka tertinggi di Eropa. Dengan harga bensin itu, biaya setahun untuk memelihara mobil diperkirakan mencapai 7 ribu Euro (Rp. 87,5 juta).

Saking parahnya krisis di Eropa, untuk makan pun ada keluarga yang memangkas biaya membeli bahan makanan agar bertahan hidup. Berdasar studi yang dilakukan Coldiretti, asosiasi pengusaha pertanian, enam dari sepuluh keluarga di Italia memotong jatah kebutuhan pokok, seperti minyak zaitun dan susu.

CEO Chrisler Group, Sergio Marchionne, mengatakan bulan lalu bahwa siapapun yang menjalankan bisnis otomotif di Eropa, akan mengalami beberapa tingkat 'ketidakbahagiaan' dan bencana.

Diberdayakan oleh Blogger.